> Lahir Jakarta 14 Januari 1973 , Indonesia
> Pekerjaan : Penulis
> Tahun aktif : 2003 - sekarang
> Anak : Banyu Bening - Btari Maharani
> Orang tua : Syuman Djaya dan Tutie Kirana
> Pekerjaan : Penulis
> Tahun aktif : 2003 - sekarang
> Anak : Banyu Bening - Btari Maharani
> Orang tua : Syuman Djaya dan Tutie Kirana
Dari segelintir perempuan penulis Indonesia saat ini, nama Djenar Maesa Ayu terasa sangat menonjol dari yang lainnya. Pada mulanya ia menulis cerita pendek (cerpen), lalu beringsut ke novel. Namanya semakin melangit ketika ia melebarkan sayap ke dunia televisi dan layar lebar. Dan, saat ini, ia bahkan telah menjadi sutradara lewat film yang diangkatnya dari karya cerpennya sendiri, “Mereka Bilang, Saya Monyet!”
Djenar lahir dari keluarga seni. Kedua orangtuanya sendiri adalah tokoh perfilman Indonesia. Ayahnya adalah Sjumanjaya seorang sutradara terkemuka dan ibunya, Toeti Kirana aktris era 70-an yang cukup punya nama.
“Dari kecil saya terbiasa melihat kesibukan kedua orang tua yang enggak jauh-jauh dari dunia seni. Baca buku sastra, nonton film dari banyak negara…” kata perempuan kelahiran Jakarta, 20 Januari 1970 itu
Dulunya Djenar merasa tidak terlalu pandai menulis. Lalu ia memulai kiprahnya di dunia kepenulisan dengan menemui sejumlah sastrawan besar Indonesia yang dijadikannya sebagai “guru” menulisnya. Nama seperti Seno Gumira Ajidarma, Budi Darma, dan Sutardji Coulzum Bachri kerap disebut-sebut dalam ucapan terimakasihnya di setiap karyanya terbit.
“Mereka yang memperkenalkan saya pada keberanian dalam menulis. ‘belajar menulis, ya menulislah!’ kata Sutardji. Lalu saya nulis apa saja. Keberanian memang sudah ada dalam diri saya. Selanjutnya mengalir saat proses pembelajaran. Dari sini saja saya sudah tak pantang dengan tabu. Enggak bisa nulis, tapi ngotot belajar nulis…”katanya sambil tertawa lepas.
Cerpen pertamanya Lintah yang dimuat harian Kompas (2002) menjadi debut yang mengesankan. Keberaniannya memaparkan banyak fakta bertema feminisme dianggap sebagai kelanjutan dari kebangkitan perempuan pengarang era 2000-an. Setelah itu belasan cerpennya bermunculan di sejumlah media masa. Rata-rata Djenar menulis tentang perempuan dan dunianya. Berkat cerpen-cerpennya, Djenar kerap menuai pujian sekaligus kritik pedas.
“Yang saya ingin tulis, saya tulis. Kalau ternyata banyak orang yang mengatakan karya saya itu sebagai karya sastra, atau ada yang mengatakan porno itu saya anggap sebagai komplimen. Tugas saya hanya menulis…Saya tak pantang dengan tema yang dianggap orang tabu,” kata ibu dua anak ini spontan.
Djenar adalah feminis tanpa jargon. Sejumlah cerpennya dianggap banyak kritikus sastra sebagai karya yang mengelaborasi tema seksualitas dan dunia perempuan. Tak jarang, setiap karyanya terbit, selalu saya disertai kontroversi. Djenar sendiri tak sungkan memasukan sejumlah tema-tema krusial seksualitas berikut idiom dan frasanya. Hubungan tak lazim dalam dunia seks, dan sejumlah tema pemberontakan perempuan yang selama ini masih jarang dijamah penulis seangakatannya sekalipun. “Kadang kita sering berlebihan memandang seks. Padahal pembaca dewasa membutuhkan diskusi tentang itu, buang dulu istilah tabu…” katanya.
Djenar termasuk perempuan penulis yang produktif. Dalam kurun waktu tujuh tahun, empat judul buku sudah tergarap, dan tiga di antaranya itu masuk sebagai shortlist anugerah sastra tahunan Khatulistiwa Literary Award tahun 2002, 2004 dan 2006. Dan setiap buku karyanya selalu termasuk deretan daftar buku bestseller.
Sejak tanggal 3 Januari 2008 yang baru saja berlalu, Djenar menambah satu lagi karyanya. Film Mereka Bilang, Saya Monyet! Yang disutradarainya itu tak lain adalah gubahan atas karya cerpennya sendiri. “Selalu saja ada niat untuk menuangkan sisi-sisi keberanian feminis yang berbeda. Dalam film ini saya tuangkan kekayaan sastra dalam bentuk visual.
Djenar lahir dari keluarga seni. Kedua orangtuanya sendiri adalah tokoh perfilman Indonesia. Ayahnya adalah Sjumanjaya seorang sutradara terkemuka dan ibunya, Toeti Kirana aktris era 70-an yang cukup punya nama.
“Dari kecil saya terbiasa melihat kesibukan kedua orang tua yang enggak jauh-jauh dari dunia seni. Baca buku sastra, nonton film dari banyak negara…” kata perempuan kelahiran Jakarta, 20 Januari 1970 itu
Dulunya Djenar merasa tidak terlalu pandai menulis. Lalu ia memulai kiprahnya di dunia kepenulisan dengan menemui sejumlah sastrawan besar Indonesia yang dijadikannya sebagai “guru” menulisnya. Nama seperti Seno Gumira Ajidarma, Budi Darma, dan Sutardji Coulzum Bachri kerap disebut-sebut dalam ucapan terimakasihnya di setiap karyanya terbit.
“Mereka yang memperkenalkan saya pada keberanian dalam menulis. ‘belajar menulis, ya menulislah!’ kata Sutardji. Lalu saya nulis apa saja. Keberanian memang sudah ada dalam diri saya. Selanjutnya mengalir saat proses pembelajaran. Dari sini saja saya sudah tak pantang dengan tabu. Enggak bisa nulis, tapi ngotot belajar nulis…”katanya sambil tertawa lepas.
Cerpen pertamanya Lintah yang dimuat harian Kompas (2002) menjadi debut yang mengesankan. Keberaniannya memaparkan banyak fakta bertema feminisme dianggap sebagai kelanjutan dari kebangkitan perempuan pengarang era 2000-an. Setelah itu belasan cerpennya bermunculan di sejumlah media masa. Rata-rata Djenar menulis tentang perempuan dan dunianya. Berkat cerpen-cerpennya, Djenar kerap menuai pujian sekaligus kritik pedas.
“Yang saya ingin tulis, saya tulis. Kalau ternyata banyak orang yang mengatakan karya saya itu sebagai karya sastra, atau ada yang mengatakan porno itu saya anggap sebagai komplimen. Tugas saya hanya menulis…Saya tak pantang dengan tema yang dianggap orang tabu,” kata ibu dua anak ini spontan.
Djenar adalah feminis tanpa jargon. Sejumlah cerpennya dianggap banyak kritikus sastra sebagai karya yang mengelaborasi tema seksualitas dan dunia perempuan. Tak jarang, setiap karyanya terbit, selalu saya disertai kontroversi. Djenar sendiri tak sungkan memasukan sejumlah tema-tema krusial seksualitas berikut idiom dan frasanya. Hubungan tak lazim dalam dunia seks, dan sejumlah tema pemberontakan perempuan yang selama ini masih jarang dijamah penulis seangakatannya sekalipun. “Kadang kita sering berlebihan memandang seks. Padahal pembaca dewasa membutuhkan diskusi tentang itu, buang dulu istilah tabu…” katanya.
Djenar termasuk perempuan penulis yang produktif. Dalam kurun waktu tujuh tahun, empat judul buku sudah tergarap, dan tiga di antaranya itu masuk sebagai shortlist anugerah sastra tahunan Khatulistiwa Literary Award tahun 2002, 2004 dan 2006. Dan setiap buku karyanya selalu termasuk deretan daftar buku bestseller.
Sejak tanggal 3 Januari 2008 yang baru saja berlalu, Djenar menambah satu lagi karyanya. Film Mereka Bilang, Saya Monyet! Yang disutradarainya itu tak lain adalah gubahan atas karya cerpennya sendiri. “Selalu saja ada niat untuk menuangkan sisi-sisi keberanian feminis yang berbeda. Dalam film ini saya tuangkan kekayaan sastra dalam bentuk visual.
saya kagum dengan djenar
ReplyDelete